Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat, menyatakan bahwa pertumbuhan pemanfaatkan lahan di wilayah itu tak sebanding dengan penyediaan infrastuktur. Walhasil, daerah di timur Jakarta tersebut rawan bencana banjir. “Penyediaan infrastuktur cenderung lambat,” kata Kepala Dinas Tata Kota Bekasi, Koswara, Selasa, 4 Oktober 2016.
Menurut dia, Kota Bekasi cenderung berada di dataran rendah dengan elevasi hanya 7 derajat di atas permukaan laut. Sedangkan, kantong-kantong air yang dulunya merupakan rawa, sawah, kini sudah berubah dan berdiri bangunan. “Target penambahan folder sebagai pengganti rawa lambat,” kata Koswara dikutip dari TEMPO.
Ia mengatakan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, ditargetkan penambahan folder air hingga lebih dari 20 unit tersebar di daerah rawan banjir. Namun sampai sekarang, target itu belum terpenuhi, akibat keterbatasan anggaran daerah. “Kolam retensi cukup penting untuk tampungan air hujan,” kata Koswara.
Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga dan Tata Air, Kota Bekasi, tahun ini ada tujuh kolam retensi yang dibangun. Di antaranya, polder bendung koja di Kecamatan Jatiasih senilai Rp 13 miliar, polder Rawapasung di Bekasi Barat Rp 4,3 miliar, polder IKIP di Jatiasih Rp 6,9 miliar, polder Vila Indah Permai di Bekasi Utara Rp 4,4 miliar, polder Aren Jaya di Bekasi Timur Rp 4,4 miliar.
Selain itu, polder Rawabogo di Pondok Melati Rp 600 juta, dan menyempurnakan dengan memasang pompa di polder Pengasinan di Rawalumbu, anggaran yang digelontorkan senilai Rp 5 miliar. Adapun, pemerintah pusat juga membantu membangun polder air dengan anggaran hingga Rp 28 miliar di Jalan Kartini, Bekasi Timur tepatnya di sisi timur Kali Bekasi.
Wakil Wali Kota Bekasi, Ahmad Syaikhu, mengatakan keterbatasan anggaran menjadi kendala dalam membangun proyek infrastuktur pengendalian banjir di wilayah setempat. Pemerintah setempat mencatat jumlah titik banjir di wilayahnya mencapai 49 titik.
“49 titik banjir menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi kami,” kata Syaikhu. Menurut dia, kekuatan anggaran daerah hampir Rp 5 triliun tak mampu menyelesaikan proyek pengendalian banjir seperti pembuatan tanggul, pembangunan kolam retensi, dan pemeliharaan saluran.
Menurut dia, dana sebesar itu harus dibagi-bagi dengan dengan dinas lain seperti pendidikan, dan kesehatan yang membutuhkan anggaran cukup tinggi. Soalnya, pemerintah juga fokus pada program sekolah dan pelayanan kesehatan gratis. “Pendidikan dan kesehatan memakan biaya sebesar 45 persen lebih dari APBD,” kata Syaikhu.
Karena itu, kata dia, pemerintah gencar meminta bantuan kepada pemerintah pusat maupun provinsi, bahkan meminta hibah dari DKI Jakarta untuk pembangunan proyek infrastuktur. Misalnya, pembangunan folder Kalimati di Jalan Kartini menggunakan anggaran pusat sebesar Rp 28 miliar.
Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Air, Kota Bekasi, Tri Adhianto, mengatakan, dinasnya tahun ini mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 750 miliar lebih. Dana tersebut dipakai untuk 3.500 kegiatan baik di bidang bina marga maupun tata air. “Kami sudah menyelesaikan 17 dari 49 titik banjir pada tahun lalu,” kata dia.
Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Bekasi, Thamrin Usman, mengatakan pihaknya meminta pemerintah merealisasikan janjinya perihal pembangunan proyek berkaitan dengan banjir di wilayah setempat. Menurut dia, persoalan banjir harus ditangani serius. “Kami sudah alokasikan anggaran ratusan miliar rupiah, pembangunan jangan sampai telat,” kata dia.
Luas Kota Bekasi 21,49 hektar
1. Jasa dan perdagangan:
-Eksis: 9,1 persen
-Sisa: 24 persen
2. Ruang Terbuka Hijau murni:
-Eksis: 5,1 persen
-Sisa: 3 persen
3. Idustri:
-Eksis: 3,7 persen
-Sisa 2 persen
4. Perumahan atau pemukiman
-Eksis 45,3 persen
-Sisa 8 persen.