Connect with us

Online Bekasi

Bertoleransi adalah Sebuah Kebutuhan Nyata di Kota Bekasi (Bagian : 3)

Opini

Bertoleransi adalah Sebuah Kebutuhan Nyata di Kota Bekasi (Bagian : 3)

Periode 2015- 2017 : Bangun Kedamaian Dalam Kebersamaan

Online Bekasi – 2015 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi Pemerintah Kota Bekasi dalam mejaga kerukunan beragama yang ada . Kasus Ahmadiyah ,adanya sekelompok massa yang berujuk rasa atas ijin Santa Clara dan pada akhir tahun 2015 Pemerintah Kota Bekasipun diganjar oleh SETARA Institute yang meluncurkan indeks kota toleran 2015, yang merupakan hasil penelitian 94 kota dari total 98 kota di seluruh Indonesia dari 3 Agustus hingga 13 November 2015 dengan menyebutkan bahwa Bogor, Bekasi, Banda Aceh, Depok, dan Tangerang merupakan kota yang sangat intoleran. Hal itu menurut SETARA Institut karena banyak kasus yang menyangkut kebebasan beragama dan berkeyakinan di kota itu serta banyaknya peraturan daerah (Perda) yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat yang diskriminatif terhadap kelompok minoritas.

Saya tidak mempermasalahkan penilaian tersebut ,bagi saya semua harus melalui proses dan tahapan yang baik sehingga sikap toleransi mutlak dikedepankan di Kota Bekasi mengingat warganya datang dari latar belakang yang heterogen.Meskipun heterogen, saya harap semua warga sama-sama memiliki semangat membangun kota yang kita cintai ini,bukan justru mempertentangkan perbedaan tersebut. Dahulu di Kota Bekasi hampir 95 persen warganya umat muslim. Akan tetapi pada saat itu di Kota Bekasi sudah mempunyai hampir 260 ribu lebih umat kristiani , pemeluk agama Katolik mencapai 65.000 orang, Buddha 12.000 orang, Kristen Protestan 195.000 orang, Hindu 47.000 orang, dan Konghucu 196 orang. Selebihnya, merupakan pemeluk agama Islam,warga asli Bekasi Cuma 28 persen,mayoritas 33 persen adalah orang etnis jawa,tidak salah kalau kita mengedepankan sikap toleran di era global ini.
Majelis Umat Beragama

Pemerintah Kota Bekasi pada tanggal 16 April 2016 menggelar Apel akbar yang dimotori oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi serta Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bekasi, yang mengambil tema, “Kami tinggal, hidup dan berkarya di Bumi Patriot, nyok wujudkan kerukunan, mengasihi, bertoleran terhadap perbedaan keyakinan dalam memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa”.

Sekitar 62.000 masyarakat Kota Bekasi waktu itu mengikuti apel akbar dan membacakan deklarasi kerukunan umat beragama di Stadion Patriot Candrabhaga.Momentum ini adalah ajang mempererat kerukunan antarumat yang berbeda suku,ras dan agama bagi masyarakat Kota Bekasi yang majemuk.

Untuk lebih menguatkan kelangsungan hidup berdampingan antar umat beragama ,Pemerintah Kota Bekasi membentuk kepengurusan Majelis Umat Beragama di tingkat kecamatan dan kelurahan. Tujuan pembentukan Majelis Umat Beragama ini untuk mendeteksi konflik antarumat beragama dan menyelesaikannya secara dini sebelum meluas ke daerah lain. Pembentukan Majelis Umat Beragama tidak akan tumpang tindih dengan kepengurusan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi yang sudah terbentuk terlebih dahulu.

FKUB Kota Bekasi akan berkonsentrasi dalam menengahi masalah kerukunan umat beragama di tingkat kota, sedangkan kepengurusan Majelis Umat Beragama menyelesaikan konflik di tingkat kecamatan agar tidak meluas ke daerah lain.

Keduanya, sama-sama memiliki perwakilan agama masing-masing dalam menjaga toleransi umat bergama di kecamatan tersebut. Dan saling bersinergi menjaga kerukunan umat beragama di Kota Bekasi.Pembentukan Majelis Umat Beragama telah direncanakan sejak deklarasi Forum Kerukunan Umat Beragama di Kota Bekasi, dilanjutkan dengan deklarasi Akbar Kerukunan Umat Beragama yang juga dilaksanakan pada 16 April 2016 lalu di Stadion Patriot Candrabhaga.

Isi deklarasi kerukunan umat beragama yang dibacakan oleh perwakilan umat beragama ormas se-Kota Bekasi antara lain:

Satu, bertekad membangun dan menjaga suasana kerukunan hidup antarumat beragama di Kota Bekasi.

Dua, bertekad membangun dialog di antara para pemuka agama dan umat beragama dengan mengedepankan prinsip-prinsip musyawarah dan mufakat demi terciptanya suasana kedamaian dan kerukunan umat beragama.

Tiga, bertekad membangun kesadaran masing-masing pada umat beragama untuk menjalankan ibadah dengan baik sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan masing-masing dan tidak akan menyebarkan agama kepada orang yang telah beragama serta tidak terpengaruh oleh bentuk provokasi yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

Empat, bertekad memerangai lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) agar tidak berkembang di Kota Bekasi.

Lima, bertekad untuk berperan aktif dan menyukseskan program pembangunan Pemerintah Kota Bekasi yang maju, sejahtera, dan ihsan.

Deklarasi tersebut ditandatangani oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, Soekandar Ghozali, Ketua PC Nahdatul Ulama (NU) Kota Bekasi, KH Mir’an Syamsuri, Ketua Persis KH Beben Mubarok, Tokoh Kristen Protestan Pdt Syamsir Deli Sinaga, Tokoh Kong Hu Cu Suhendar SN, Ketua PP Muhammadiyah KH S Syamsul Bahri, Tokoh Katolik Romo Sarto, Ketua Perisada Hindu Nengah Sumba, Tokoh Budha dr Sosiadi Darma Oenah S.

Juga pada September 2016 saya memilih Kota Manado sebagai tempat percontohan kerukunan beragama dengan membawa tokoh agama melalui Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Kota Bekasi ,tingginya angka kerukunan antar umat beragama di Kota Manado adalah nilai keberagamaan yang patutu ditiru.

Kota Bekasi sebagai miniaturnya Indonesia, harus terus mengumandangkan kerukunan antar pemeluk agama, berbagai permasalahan isu keagamaan hendaknya dapat diselesaikan di tingkat kecamatan dan kelurahan melalui kepengurusan Majelis Umat Beragama yang dibentuk ini.Saya dan Wakil Wali Kota, Ustadz Syaikhu tentunya harus berada di tengah-tengah umat beragama. Karena kami disumpah harus berlaku adil kepada seluruh umat. Majelis Umat Beragama inilah yang menjadi garda terdepan dalam menjaga toleransi dan kerukunan umat beragama di Kota Bekasi.

Saya tidak membedakan suku, agama, ras dan golongan masyarakat, kita semua adalah anak bangsa. Keyakinan yang berbeda-beda dan sikap toleran merupakan anugerah bagi Kota Bekasi.

Secara historis-sosiologis, agama sebenarnya hadir belakangan setelah sebuah realitas sosial terbentuk. Kehadiran sebuah agama dalam realitas masyarakat seringkali dikaitkan oleh pembawanya, yaitu para Nabi yang dikenal sebagai utusan Tuhan. Agama kemudian hadir ditengah-tengah realitas umat yang didalamnya telah terekam beragam fakta sosial, baik dalam bentuk tradisi, budaya, nilai-nilai yang dianut bahkan seperangkat kepercayaan yang sudah ada dan membentuk sebuah entitas masyarakat. Maka tak jarang, bahwa kehadiran sebuah agama dalam realitas sosial tidak serta merta merubah tatanan nilai, tradisi dan budaya yang sudah ada, tetapi agama lebih bersifat memperbaharui, mengarahkan atau mengisi setiap ruang kosong sosialitas dalam upaya membangun peradaban manusia ke arah yang lebih baik. Ajaran-ajaran agama pada umumnya lebih mengarahkan dan membentuk keberadaban manusia melalui penguatan sisi moral yang diaktualisasikan oleh setiap individu dalam masyarakat. Adapun persoalan ritualitas keagamaan yang kemudian dijalankan oleh setiap individu atau kelompok dalam masyarakat berfungsi sebagai kekuatan pengikat solidaritas sosial diantara para penganutnya.

Jika agama berfungsi dan dapat mempererat solidaritas sosial apalagi jika hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan yang tercipta dari unsur keyakinan keagamaan dapat membentuk komunitas masyarakat yang inklusif berdasarkan “ikatan iman”, maka agama semestinya memiliki pengaruh yang besar untuk mengikat Kebersamaan Dalam Merajut Kedamaian.

Bersambung (ke Bagian 4 : Harapan)

Oleh :Dr.Rahmat Effendi (Wali Kota Bekasi)

Klik untuk komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top