Online Bekasi – Puluhan lukisan abstrak berjejer rapih di permukaan tembok ruang Muzdalifah, Islamic Center Bekasi, Selasa (13/6). Pengunjuang secara khidmat mencermati setiap pesan yang disuguhkan pameran tunggal pelukis Bekasi Edo Abdullah. Pesan religi begitu kentara. Berikut laporannya.
Edo terlihat gusar lantaran persiapan lukisannya belum sempurna menjelang detik pembukaan pameran tunggalnya. Padahal, secara kasat mata puluhan lukisan tersebut sudah mempertontonkan kesempurnaan. Ternyata, baginya, ia tak mau merusak esensi karena perkara kecil.
“Bentar mas, hanya memasang nama jenis lukisannya saja,” ucap Edo sembari memasang name tag lukisan.
Ya, Edo merupakan pelukis Bekasi yang tengah melakukan pameran tunggal yang berlangsung 13 Juni-18 Juni 2017 mendatang. Pameran tunggal ini dilakukan sebagai langkah awal untuk merajut mimpi menjadikan Kota Bekasi sebagai daerah layak seni.
Edo merupakan pelukis kelahiran Surabaya, 2 Desember 1957 yang sudah bertahun-tahun tinggal di Kota Patriot. Ia telah mengantongi gelar kesarjanaannya kala menyelesaikan studi seni rupa di IKIP Jakarta yang kini bernama UNJ.
Dalam melukis, Edo memihak kepada corak seni lukis abstrak yang mengandalkan penghadiran sentuhan, bentuk, cipratan, sapuan garis, sampai penyamran bentuk dan unsur bidang warna. Kefasihannya dalam memahami karakter visual yang muncul dari sebuah aspek teknis menghadirkan bentuk non representasional. Tegasnya, ia menyelipkan sebuah pesan yang terkandung dalam ayat suci Alquran pada setiap hasil seni lukisnya.
“Saya menggunakan unsur inderawi dan tabiat teknis artistik untuk melahirkan karya sebagai pesan yang penuh dengan makna,” terang Edo.
Umumnya, dalam sebuah gambar viasual banyak yang telah terproduksi seperti visual sinar matahari, orang berkeringat, tanah retak, atau rumah roboh. Namun, ia memiliki jalur berbeda dengan menempatkan kanvas pada eksistensi Allah. “Orientasi kita pada sifat yang termuat dalam asmsul husna,” katanya.
Keputusan menempatkan kanvas atas sifat-sifat Allah tak lepas dari hasil perenungannya terhadap eksistensial keberadaan Allah berserta segala Sifat-Nya. Nyatanya, dalam lukisan Edo tidak memunculkan sebuah kaligrafi yang umumnya nampak dalam karya yang berpesan ayat suci. Ia benar-benar menempatkan diri dengan abstrak murni tanpa ada unsur kaligrafi.
Menyelami karyanya seolah para pengunjung akan terlarut dalam keindahan yang telah disediakan Allah. Dari hasil artistik ini, Edo sudah menggelar pameran, baik kelompok maupun tunggal, di seantero Jabodetabek. Hanya saja, ia justru khawatir jika minimnya ketersediaan ruang seni di Kota Bekasi melarikan bibit pelukis.
“Banyak bibit berkualitas, lagi-lagi mereka lari ke Jakarta karena di Bekasi tidak ada tempat untuk membantu mengembangkan bakat mereka,” ungkap Edo khawatir.
Hal senada juga terlontar dari Ketua Dewan Kesian Bekasi (DKB) Ridwan Marhid mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi sebaiknya memberikan ruang bagi ketersediaan seniman. Selama ini, banyak seniman Kota Bekasi yang berhirah luar daerah demi memuaskan hasrat seninya karena di daerh asalnya tak mendapatkan ruang yang representatif.
“Harapannya ketersediaan ruang yang representatif, kalau tidak ada semakin berat,” katanya.
Tersebarnya bibit berbakat yang tak sebanding dengan sarana dan prasarana mengingatkan adagium yang berbunti, semkain tinggi tempat, semakin banyak anak tangga yang harus dipijak. Inilah tantangan yang harus dihadapi Pemkot Bekasi memberikan ruang bagi mereka yang memiliki kecintaan dalam dunia seni. (ay)
