Online Bekasi – Adanya upaya membawa isu reuni 212 dalam Pilkada Kota Bekasi 2018, merupakan manuver politik yang genit. Dari dua pasangan calon yaitu Rahmat Effendi- Tri Adhianto yang diusung Golkar, PPP, Hanura, PAN, PKB dan Demokrat serta usungan PKS-Gerindara, Nur Supriyanto- Adhi Firdaus, semuanya beragama Islam.
Hal tersebut dikatakan Pemerhati Kebijakan dan Pelayan Publik Bekasi, Didit Susilo. Menurutnya, isu itu tidak efektif dipakai dalam Pilwalkot Bekasi karena beberapa faktor. Pertama, dalam Pilkada serentak 2018 kali ini hampir semua parpol yang ada baik yang menyokong gerakan 212 saling silang koalisi.
Kedua, semua pasangan berasal dari umat Islam dan yang ketiga karakteristik Kota Bekasi 80 persen beragama Islam. “Di Kota Bekasi yang mayoritas Muslim tidak bisa ditarik seperti Pilkada DKI Jakarta tahun lalu,”ungkapnya.
Dijelaskannya, kedua pasangan calon (paslon) sudah mencontohkan perpolitikan kegembiraan dan tetap menjalin silaturahmi saat menjalani proses tes kesehatan di RSUP Gatot Subroto. “ Ini kan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin terbaik, untuk apa saling fitnah hanya gara-gara beda dukungan dan pilihan. Justru kalau itu terjadi berarti umat dikorbankan,”tegas Didit.
Diakuinya, meski Pilkada kali ini kurang greget karena peta kekuatan yang jomplang, namun diharapkan semua paslon, pendukung dan simpatisan tetap menjaga etika perpolitikan dan menjadikan situasi tetap kondusif. “Para paslon dan parpol pendukung tidak usah memas-manasi calon pemilih dengan isu SARA, kontra produktif dan politik hitam,” kata dia.
Justru dengan hanya dua paslon, seharusnya paslon mengekploitasi gagasan –gagasan yang baru, inovatif, kreatif dengan ide-ide segar, visi-misi Kota Bekasi jauh ke depan dan menawarkan program realistis untuk Bekasi yang lebih baik. (fiz)