Connect with us

Online Bekasi

Membangun Kota Bekasi dengan Kedamaian

News

Membangun Kota Bekasi dengan Kedamaian

Online Bekasi – Suara lonceng gereja dan kumandang azan saling sahut setiap pekan di sebuah kampung di pinggiran Kota Bekasi, Jawa Barat. Tak ada yang merasa risih satu sama lain dengan suara-suara itu. Mereka saling menghargai perbedaan.

Kampung Sawah. Sebuah kampung yang berada di Kelurahan Jatimurni, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi. Pada abad ke-19, kampung tersebut masih berupa hutan belantara. Mayoritas warga di sana orang Betawi berbahasa Melayu. Percampuran berbagai macam kebudayaan dan keturuan.

Ketika itu, mayoritas penduduk di sana pemeluk Islam. Pada tahun 1895, seorang pemeluk Protestan, Meester Anthing masuk, dan berhasil mendirikan jemaat protestan Kampung Sawah. Uniknya, Meester Anthing berhasil memadukan ritus-ritus budaya Betawi dengan kekristenan.

Sayangnya, apa yang dilakukan oleh Meester Anthing dianggap sinkretisme, lama kelamaan praktik itu memudar. Walhasil, jemaat Protestan Kampung Sawah terpecah menjadi tiga fraksi yang saling bermusuhan.

Fraksi pertama adalah kelompok guru Laban yang bermarkas di Kampung Sawah barat, kedua kelompok Yoseh di Kampung Sawah timur dan fraksi ketiga adalah kelompok guru Nathanael yang memilih Katolik Roma untuk masuk ke Kampung Sawah.

Dewan Paroki Santo Servatius Kampung Sawah, Matheus Nalih Ungin, membenarkan sejarah itu. Adapun, Paroki Santo Servatius merupakan sempalan dari Gereja Protestan Kampung Sawah yang dirintis oleh Meester Anthing.

“Gereja perdana diawali oleh 18 orang betawi asli Kampung Sawah yang mengikrarkan diri untuk memeluk agama Katolik di hadapan Pastor Schweitz,” kata saat berbincang dengan Online Bekasi beberapa waktu yang lalu.

Seiring berjalannya waktu, permusuhan memudar. Mereka sadar, yang dicari bukan musuh, melainkan persaudaraan, meskipun ada perbedaan, termasuk dengan pemeluk Islam. Kini di sana, bukan hanya Katolik, Protestan, Hindu, Islam, melainkan semua keyakinan ada. Tempat ibadah juga berdiri bersampingan.

“Kami hidup rukun berdampingan,” ujar Nalih.

Menjaga Toleransi Antar Umat Beragama

Nalih mengatakan, untuk menjaga keharmonisan di Kampung Sawah telah dibentuk Komunitas Ngeriung Bareng, di dalamnya Komunitas Suara Kampung Sawah dan Koran Kampung Sawah. Adapun, semua anggota berasal dari lintas agama.

“Itu sebuah wadah, tapi kami warga Kampung Sawah punya filosofi sendiri,” kata Nalih.

Filosofi itu, ia menyebutkan, “Siapa saja yang tinggal di Kampung Sawah, cari makan di Kampung Sawah, menata kehidupan di Kampung Sawah, dan minum air Kampung Sawah, harus jadi orang Kampung Sawah,” ujar Nalih.

Dengan begitu, adat dan tradisi di luar Kampung Sawah sejenak ditinggalkan. Alhasil, dengan menjunjung tinggi filosofi tersebut, terciptalah kedamaian, kerukungan, serta ketentraman di lingkungan masyarakat.

“Di sini, bukan hanya toleransi antaragama, melainkan toleransi antarmasyarakat. Karena, toleransi antarmasyarakat sudah terbangun sejak nenek moyang kita,” katanya.

Hal itu dibuktikan dengan kegiatan beragama di sana. Ketika umat kristiani merayaan Natal, warga muslim turut membantu melakukan pengamanan, dan menjaga kelancaran arus lalu lintas, serta sejumlah kegiatan lain di sana.

Kampung Pancasila

Kelurahan Jatimurni menjadi langganan lomba kelurahan tingkat Nasional mewakili Jawa Barat di Regional II (Wilayah Jawa & Bali). Tahun 2016, kelurahan ini mampu menyabet juara harapan.

Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mengatakan, Kampung Sawah dapat mempresentasikan sebagai miniatur Indonesia dengan berbagai aspek. Di sana, kata dia, terdapat keberagaman masyarakat, baik agama, suku, ras, serta antargolongan.

“Termasuk secara keseluruhan Kota Bekasi, yang heterogen,” kata Rahmat.

Oleh karena itu, warga di sana mendeklarasikan Kampung Sawah menjadi Kampung Pancasila. Alasannya, toleransi antar umat beragama di wilayah tersebut cukup tinggi.

“Kampung sawah menjadi percontohan toleransi antar umat beragama,” katanya.

Rahmat mengatakan, sebagai indikator tidak hanya masyarakat dari sejumlah daerah di Indonesia yang berkunjung ke daerah di pinggiran Kota Bekasi bagian barat itu. Namun, termasuk orang dari luar negeri seperti Kedutaan Besar Amerika Serikat.

“Selama ini keragaman suku ras dan agama saling bertoleransi dan menjaga kerukunan,” ujar Rahmat.

Sebetulnya, kata dia, masyarakat setempat menginginkan bahwa daerahnya dijadikan Kampung Persaudaraan. Namun, ujar dia, makna dari persaudaraan sudah tercantum dalam Pancasila. Karena itu, diputuskan bahwa kampung tersebut dijadikan Kampung Pancasila.

“Persaudaraan adalah suatu hal perwujudan dari Pancasila,” ujar dia.

Ia mengatakan, Kampung Sawah merupakan miniatur dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Soalnya, kata dia, di daerah tersebut terdapat bermacam-macam ras agama, dan suku. Meski demikian, warga di sana saling bergotong royong dan saling membantu dalam setiap kegiatan.

“Mereka hidup berdampingan tanpa ada diskriminasi,” kata dia.

Majelis Umat

Konsisten Rahmat tak hanya di Kampung Sawah, melainkan di seluruh Kota Bekasi. Rahmat telah membentuk majelis umat, yang menjadi motor toleransi antar umat beragama di wilayah yang dihuni sekitar 2,6 juta jiwa.

Rahmat menjelaskan, kehadiran majelis menjadi perpanjangan Forum Komunikasi Umat Beragama hingga tingkat kelurahan, dan diharapkan bisa bersentuhan langsung dengan warga masyarakat. Sementara FKUB, cakupannya hanya tingkat kota.

“Majelis umat menjaga umat masing-masing agama dengan membimbing umat mereka menjaga nilai-nilai pluralisme yang diajarkan agama masing-masing,” katanya.

Menurut dia, majelis umat harus menyampaikan akan pentingnya toleransi umat beragama serta menjunjung tinggi nilai Pancasila dengan semangat Bhineka Tunggal Ika. Di Kota Bekasi pemeluk Islam 2 juta, kemudian pemeluk Katolik 65.000 orang, Budha 12.000 orang, Kristen Protestan 195.000 orang, Hindu 47.000 orang, dan Konghucu 196 orang.

“Kota Bekasi harus menjadi salah satu miniatur umat beragama, tidak ada lagi kaum minoritas atau mayoritas. Hak warga Kota Bekasi sama tidak dibeda-bedakan,” katanya.

Kedamaian Jamin Investasi dan Pembangunan

Pemerintah Kota Bekasi, menggenjot pendapatan daerah dari sektor pajak dengan cara bekerja sama dengan bank. Semua pajak, tahun ini bisa dibayar secara online.

“Dengan masyarakatnya yang taat akan aturan dan taat membayar pajaknya, tentunya akan menumbuh kembangkan pembangunan di Kota Bekasi,” kata Rahmat.

Karena itu, kata dia, harmonisasi masyarakat yang ada Kota Bekasi dengan situasi aman dan damai sangat penting. Sebab, mampu membuat investasi di wilayah setempat terjamin.

“Makanya kalau ada pelayanan yang lambat harus dibuatkan simplikasinya agar mempercepat dan memudahkan masyarakat dalam membayar pajak,” kata Rahmat.

Ia mengatakan, tahun ini nilai APBD Kota Bekasi sebesar Rp 5,4 triliun terbagi dalam belanja langsung sebesar 63 persen lebih, dan belanja tidak langsung sebesar 37 persen lebih.

“Pendapatan asli daerah ditargetkan sebesar Rp 1,9 triliun, sudah hampir menyentuh Rp 2 triliun, karena potensi pendapatan kita cukup besar,” katanya.

Menurut dia, koreksi dan kritis perlu agar pihaknya maksimal dalam menjalankan roda pemerintahan. Birokrasi harus berpola pikir enterpreanuer. Jika pendapatan meningkat, otomatis pembangunan juga berjalan pesat.

“Insfrastuktur jalan sudah bagus kita tingkatkan untuk mengurangi kemacetan, serta infrastuktur saluran untuk mengurangi titik banjir, serta memperbaiki sarana transportasi umum,” ujar Rahmat. (adw)

Continue Reading
Baca juga...
Klik untuk komentar

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

To Top