OnlineBekasi.com – Sebanyak 10 anak yang diduga terlibat dalam kerusuhan di Kota Bekasi masih diwajibkan menjalani wajib lapor dua kali seminggu meskipun sudah dipulangkan ke orang tua mereka.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Bekasi Novrian menjelaskan, kewajiban tersebut bertujuan agar pembinaan terhadap para anak tidak terhenti begitu saja.
“Mereka wajib lapor dua kali dalam sepekan supaya pembinaannya tetap terpantau. Informasinya, orang tua mereka juga sudah diberi arahan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (9/9/2025).
Sebelumnya, 10 anak ini telah dikembalikan ke keluarga setelah proses diversi pada Sabtu (6/9/2025).
Novrian menegaskan bahwa jalur diversi dipilih karena pembinaan di rumah dan sekolah dinilai lebih tepat ketimbang menempatkan mereka di tahanan.
“Perbuatan yang mereka lakukan bukan termasuk pelanggaran berat. Mereka tidak membawa senjata tajam maupun narkoba. Karena itu, pendekatannya berupa pembinaan keluarga,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, tahanan bukanlah ruang yang baik bagi anak. Menurutnya, pembinaan tidak selalu berbentuk hukuman, namun juga bisa melalui pengarahan yang mengutamakan prinsip perlindungan anak, seperti tumbuh kembang, partisipasi, non-diskriminasi, dan kepentingan terbaik anak.
Sebagai informasi, Pasal 1 ayat (7) UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) mendefinisikan diversi sebagai pengalihan penyelesaian perkara anak dari jalur peradilan pidana ke luar peradilan.
Pasal 6 menjelaskan, diversi bertujuan mencapai perdamaian dengan korban, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, melibatkan masyarakat, serta menumbuhkan tanggung jawab anak.
Dari data Polres Metro Bekasi Kota, total ada 23 anak yang sempat ditangkap. Sebanyak 13 di antaranya lebih dulu dipulangkan karena tidak terbukti melakukan kekerasan.
Sisanya, 10 anak dipulangkan setelah melalui diversi.
Novrian menyebut, dari 10 anak tersebut, sembilan diamankan di wilayah Polsek Pondok Gede dan satu di Polres Metro Bekasi Kota.
Ia mengatakan, hasil asesmen menunjukkan adanya indikasi bahwa mereka hendak melakukan pembakaran dan pelemparan molotov.
“Sebagian masih duduk di bangku SMP, tetapi mayoritas sudah SMA, berusia di atas 14 tahun,” katanya.
