Inisiator Smart City Indonesia, Suhono Harso, mengatakan, bahwa di Indonesia belum ada satu daerah yang sudah berstatus smart city atau kota cerdas, meskipun sejumlah daerah telah menggembar-gemborkan program itu beberapa tahun belakangan ini.
“Kami telah melakukan pengukuran indikator pencapaian smart,” kata Suhono di sela Jababeka ICT Expo Cikarang, belum lama ini. Menurut dia, hasil pengukuran rata-rata daerah yang sudah menerapkan program smart city poinnya hanya 60, padahal daerah bisa dibilang smart jika poinnya 80.
Ia mengatakan, beberapa indikator untuk memenuhi kriteria smart city seperti infrastuktur, kesiapan orang, regulatis, teknologi, dan lain sebagianya. Selain itu, daerah bisa disebut smart city juga sudah bisa mengolah sampah, energi, air, serta tak ada pengangguran, dan tak macet.
Ia mendukung rencana kawasan Kawasan Industri Jababeka menerapkan kawasan smart city. Dengan begitu, bisa menjadi percontohan bagi daerah maupun kawasan lain sebagai kota mandiri.
Menurut dia, penerapan smart city di sebuah kawasan industri dan hunian lebih mudah, karena skalanya lebih kecil dibanding menerapkan dalam satu kota atau kabupetan di Indonesia. Namun, mulai dari yang kecil lebih bagus ketimbang langsung dalam skala besar.
Direktur PT Jababeka Tbk, Hyanto Wihadhi, mengatakan, PT. Jababeka Infrastruktur sebagai anak perusahaan adalah pelopor kawasan industri terpadu di Cikarang yang mengembangkan kota industri ramah lingkungan. “Kami mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan program smart city,” kata dia.
Ia mengaku bertekad menjadi percontohan pengembangan konsep smart city bagi kawasan dan daerah lain. Menurut dia, Kota Jababeka memiliki luas 5.600 hektar dengan terdapat 1.650 perusahaan multinasional dari 30 negara. Sedangkan, jumlah pekerjanya mencapai 700 ribu, serta 4.300 tenaga kerja asing.
Selain kawasan industri terdapat kawasan pemukiman yang dilengkapi dengan sarana pendidikan, komersil, ruang terbuka hijau, dan lainnya.
