BEKASI – Kuasa hukum dari kepala desa non aktif Lambangsari Pipit Haryanti, Bambang Sunaryo memberikan keterangan persnya terkait posisi hukum dari kliennya. Pipit yang dijerat dugaan kasus pungutan liar (pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi awal agustus 2022.
Bambang menilai proses penangkapan dan penahanan Pipit syarat muatan politis. Hal ini bisa dilihat kata Bambang sampai dengan saat ini kenapa baru kliennya yang di tangkap dan ditetapkan tersangka.
“Kami tegaskan disini bahwa Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi (Cikarang) tebang pilih dalam menetapkan tersangka, kenapa hanya klien kami saudari Pipit yang ditangkap dan ditetapkan tersangka,”ucap Bambang saat konferensi pers dengan awak media, senin (19/9) di Boutiqe Cafe Grandwisata, Tambun Selatan Kabupaten Bekasi.
Menurut Bambang, jeratan yang disangkakan pihak Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi itu tidak berdiri sendiri. Dalam proses penetapan angka pembuatan sertifikat PTSL, lanjut Bambang bukan hanya Pipit sebagai Kades yang menetapkan angka Rp 400.000 untuk satu sertifikat.
Peran Sekretaris Desa, Kasie Pemerintahan Desa, Panitia PTSL, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), RT dan RW lanjut Bambang ikut serta dalam penentuan angka Rp. 400.000.
“Yang kami minta Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi bersikap adil dan proporsional dalam penegakan hukum. Jangan kesannya tebang pilih, kan ini kesannya seperti politis banget,”timpal Bambang.
“Kepala Kejaksaan jangan bermain politik, kalau mau berpolitik lepas dulu jabatannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN),”sindir Bambang dengan nada ketus.
Bambang sekali lagi menegaskan bahwa, kalau Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi itu bekerja secara profesional dan adil dalam penegakkan hukum, seharusnya kata Bambang Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi harus mentersangkakan pihak yang turut serta dalam penentuan angka pembuatan sertifikat PTSL.
“Kami minta Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi segera menangkap dan mentersangkakan Sekdes Lambangsari, karena ikut terlibat dalam proses penetapan angka sertifikat PTSL di Lambangsari,”tukas Bambang.
Tuduhan Bambang terhadap keterlibatan Sekretaris Desa Lambangsari bukan tanpa alasan. Dalam proses penetapan angka pembuatan sertifikat PTSL yang bernilai Rp. 400.000 itu ada rinciannya kata Bambang.
“Jadi angka Rp. 400.000 itu kesepakatan bersama Kades, Sekdes, Kasie Pemerintahan, dan Panitia PTSL,”bebernya.
“Rincian dari Rp. 400.000 per sertifikat, Kades itu mendapatkan Rp. 80.000, Sekdes dan Kasie Pemerintahan itu Rp. 60.000, RT dan RW mendapatkan Rp. 50.000, BPD Lambangsari itu Rp. 15.000, Kadus Rp. 35.000, Input Komputer Rp. 20.000, Sekretariat PTSL Rp. 35.000 di total semuanya Rp. 400.000,”tambah Bambang.
Dengan adanya fakta proses penetapan angka sertifikat PTSL tersebut, kata Bambang Pipit tidak berdiri sendiri, ada peran Sekdes Lambangsari dan Kasie Pemerintahan Lambangsari dan pihak lain.
Maka dari itu Bambang meminta dengan tegas kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi harus bekerja sesuai propesional dan berdasarkan fakta bukan sekedar pesan politis dan kepentingan pihak-pihak tertentu.
“Kalau Sekdes tidak juga dijadikan tersangka, kami akan ke Kejaksaan Agung. Kami meminta agar Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi di copot karena bekerja tidak profesional,”paparnya.
Terkait tahapan kliennya saat ini, Bambang mengatakan kliennya akan siap melakukan proses persidangan jika pihak pengadilan sudah akan menggelar persidangan.
Sekedar informasi untuk desa Lambangsari jumlah masyarakat yang mengajukan untuk pembuatan sertifikat PTSL berjumlah 1.000 pemohon lebih.(muh)
